Selama dan sementara ini Anak Manusia Papua Lapar Pendidikan, Entah kenapa..??, Biaya Sekolah TK, SD Sampai Perguruan Tinggi Naik Kontinyu, hal ini Nampak di mata Manusia Hanya karena kepentingan yang membuatnya anak manusia tidak apa-apa lagi..??. Akhirnya Anak-anak Manusia Papua Selalu keluar Sekolah Hanya karena Biayanya.
Lihatlah pendidikan yang Memakan Manusia, karena Uang dan Uang, Kondisi Sekolah Tidak nyaman, Guru-guru lari ke Politik, Politik lari ke Arah Uang dan Uang, Buku-buku Sekolah dan lainya tidak berfungsi dan abaikan lagi, Papua Esok kemana jika kini sedemikian ruapanya, Inilah kenyataan di Papua….?
Dengan biayanya Sekolah yang sedemikian meningkat menyebapkan, Anak-anak Papua masuk Minum Beralkohol, Ada pula yang mencari Sampah, Ada yang Ttres di ruma dan tidak Membantu Orangtua. Ada yang jala-jalan mulai dari Mata hari terbit sampai terbenam, bahkan 24 jam meluangkannya hal yang aneh.
Telah lama kebijakan pendidikan di Indonesia menjadi sasaran kritik dari berbagai kalangan. Mulai soal visi pendidikan yang tidak jelas sampai implementasi pendidikan yang berlumur masalah. Juga yang tak kalah penting adalah soal akses dan pemerataan pendidikan, Di Indonesia Bagian Barat dan tengah Sangat mendukung sementara Indonesia Bagian Timur terutama Papua akses pendidikan yang dan pelayanan yang cukup menuju kacau-balau.
Kritik ini seakan tak kunjung habis dari masa ke masa. Seakan kebijakan sistem pendidikan yang menuai banyak kontroversi di kalangan masyarakat menjadi hal yang lumrah dan biasa-biasa saja. Padahal, jika kita cermati bersama, pendidikan itu sangatlah penting bagi bangsa ini. Sebab, pendidikan adalah fondasi awal dalam memberikan basis pengetahuan sekaligus karakter kepada anak-anak bangsa.
Kondisi ini mengantarkan pada sebuah pertanyaan: sebenarnya persoalan mendasar pendidikan itu apa? Kenapa selama ini pendidikan tidak mampu memberikan kontribusi produktif terhadap kemajuan bangsa Papua? Dan, bagaimana realitas pendidikan Papua saat ini?
Pertanyaan pertanyaan ini muncul karena” Cerpenis, Novelis, Jurnalis Tidak bermanfaat dengan baik. Jurnalis ada pun kakitangan pemerintah, perkembangan daerah tidak akan terwujut, peratian pemerintah daerah tidak ada sama sekali, Namun ada pun Cerita dibawa meja, tangan panjang mendahului sebelum melangkah. makan denagn ini, Untuk apa kita bicara mengenai Pendidikan di Papua, tapi karenanya rindu terhadap pendidikan Papua kita bisa bicara sementara semuanya sudah sia-sia, berantakan..??
Salah satu contoh dari sekian masalah bobroknya sistem pendidikan kita adalah legitimasi Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), yang merupakan wujud penggiringan pendidikan di Indonesia menjadi produksi kapital. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan operasional yang membutuhkan biaya sangat besar. Jelas, hal ini menunjukkan orientasi kapitalisme pendidikan.
Program kebijakan sertifikasi guru dengan mendapat “tunjangan profesional”, yang dicantumkan dalam PP No. 74/2008 sesuai dengan latar belakang titel guru, merupakan kebijakan yang baru dimulai dan satu langkah untuk mengangkat derajat guru yang terpuruk agar menjadi lebih profesional. Akibatnya, banyak guru berbondong-bondong mengikuti perkuliahan untuk mendapatkan ijazah S-1 atau D-IV untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme mereka.
Alih-alih mengatasi masalah pendidikan, ternyata kebijakan sertifikasi guru menuai masalah baru di lapangan. masalahnya Mereka lari ke politik dan Dalam prakteknya, banyak guru yang mengambil S-1 hanya sebagai formalitas belaka. Para pemburu sertifikasi guru itu tidak peduli dengan mutu perguruan tinggi yang dimasuki, yang penting bisa lulus S-1 dan keinginannya tercapai untuk mendapatkan tunjangan profesi dari pemerintah dengan bermodal sertifikat saja.
Ada lagi masalah yang tak kalah penting, yaitu tentang gonta-ganti kurikulum pendidikan. Perubahan terjadi hampir setiap dekade, seperti kurikulum 1968, 1975, 1984, dan terakhir kurikulum 1994. Tapi pada 1998 muncul wacana Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang rencananya diterapkan mulai 2004. Namun sampai awal Februari 2006 muncul lagi kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan status KBK masih bersifat uji coba.
Pendidikan Papua terlambat,juga kurikulum Patologi Indonesia yang membuatnya, sebaiknya kurukulum khusus Papua berdasarkan buadaya Papua yang ada, bukan terapkan kurikulum budaya luar di Papua, Ini Masal;ah dasar Pendidikan di Papua…..??, Bukankah Papua adalah Daerah Otonom, Semua Kebijakan Diatur Oleh Pusat……?? (Yegema).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar