Papua Berduka (Terus) Dalam Indonesia - Langkah-Ku Tanpa Alas Kaki

Langkah-Ku Tanpa  Alas Kaki

Langkah-Ku Tanpa Alas Kaki

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 23 Juli 2012

Papua Berduka (Terus) Dalam Indonesia


Waghete, kota kecamatan yang letaknya 229 kilometer arah selatan Nabire, memang terpencil. Waghete persis terletak di pinggiran Danau Tigi di lembah pegunungan Diai pada ketinggian sekitar 1.700 meter di atas permukaan laut. Kini Waghete telah menjadi Ibu kota Kabupaten Deiyai. Masyarakat Wilayah Deiyai (Tigi) menerima agama sejak tahun 1932, Pater Tillemans menginjakkan kaki saat itulah masyarakat telah menyatukan hidup mereka dengan pandangan dan ajaran, sebab dilandasi oleh nilai-nilai luhur budaya yang sangat identik dengan firman Tuhan.

Waghete sebagai salah satu daerah di Papua tentu sama soal pelanggaran HAM oleh Aparatus negara terhadap orang Papua. Lihat saja Empat warga sipil Distrik Waghete, Kabupaten Deiyai ditembak aparatus Keamanan Indonesia tanggal 20 Januari 2006 silam. Penembaknya adalah Letda Inf Situmeang dari TNI dan Bripda Ronald Isac Tumena dari Polri. Letda Inf Situmeang adalah Komandan Pleton (Danton) Timsus Yonif 753 Arga Vira Tama. Dia diduga melakukan penembakan terhadap Yonike Kotouki (18) pelajar SMP Negeri Waghete dan Petrus Pakey (43) pekerja proyek. Sementara Bripda Ronald Isac Tumena adalah anggota Polsek Wagete, dia diduga melakukan penembakan terhadap Moses Douw (14) siswa SMP Negeri Waghete yang akhirnya tewas.

Selanjutnya aparatus negara yang semestinya melindungi warga negara justru terus menembaki warga. Tanggal 04 Oktober 2011, pukul 08.00 , Dominikus Tekege pergi untuk memberi tahu PT. Modern yang sedang mengambil material di kampung Obaike. Dominikus ingin menyampaikan bahwa eksloitasi material oleh PT. Modern telah melewati patok merah yang dijadikan sebagai batas eksploitasi Mariterial. Tindakan eksploitasi melewati patok merah, dapat mengakibatkan longsor sehingga mengganggu kebun warga yang berada disekitar tempat eksploitasi material. Sebagian warga masyarakat memang telah menyerahkan tanah kepada PT Modern untuk mengeruk material.

Pagi hari, Dominikus Tekege mendatangi tempat eksploitasi material, lalu mengatakan bahwa PT Modern tidak boleh mengeksploitasi material melewati patok merah, jika tidak diindahkan, PT Modern silahkan berpindah ke lokasi lain untuk mengeruk material. Tanpa kompromi, 2 orang anggota Brimob yang dipakai oleh PT. Modern sebagai security, langsung menembak ke arah betis, dan menyebabkan korban (Dominikus Tekege) langsung jatuh tersungkur ke tanah.

12 Juli 2012 delapan warga mati seketika karena diduga keracunan minuman soda di Waghete. Menyikapi kondisi ini  pihak  DPRD   Kabupaten Deiyai,serta seluruh lapisan masyarakat melakukan sejumlah koordinasi agar  diselesaikan persoalan ini dengan baik.

Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Deiyai  Jhon Adii  menyampaikan bahwa, masyarakat Papua (Deiyai) sudah mendekati kepunahan karena ditembak oleh aparatus negara. Aparatus negara justru menjadi “budak” perusahaan yang mengais uang di Papua.

Konflik di Deiyai terjadi akibat Aparatus menjaga Perusahaan semisal PT Modern dan PT. Dewa.  kekerasan di Papua bukan hal baru. Setengah abad lebih, sejak Indonesia menguasai wilayah ini, West Papua telah menjadi ladang pembantaian dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Sudah waktunya, semua pihak, baik penguasa Indonesia, penguasa negara-negara di dunia maupun PBB menyadari akar permasalahan  Papua dan mendorong proses penyelesaian secara damai, demokratis.

Indonesia memang gagal memenangkan hati Penduduk Asli Papua (PAP) untuk merasa memiliki dan menjadi bagian dari rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia gagal men-Indonesia-kan Penduduk Asli Papua. “Pemerintah hanya berhasil mengintegrasikan potensi ekonomi Papua dengan kekuatan politik dan militer namun gagal membangun orang Papua” (Yoman: Kompas, Kamis, Jumat, 29 Juni 2012, hal.5). Ia (Indonesia) juga gagal membangun kepercayaan Penduduk Asli Papua kepada Indonesia.

Pendekatan keamanan selama ini dengan stigma separatis,makar dan OPM yang dialamatkan kepada penduduk Asli Papua, dan mereka dikejar, ditangkap, diculik,dibunuh dan dipenjarakan selama ini benar-benar merendahkan martabat Penduduk Asli Papua. Manusia Penduduk Asli Papua benar-benar diperlakukan seperti hewan buruan atas nama integritas dan kedaulatan wilayah Indonesia. Karena itu, Penduduk Asli Papua telah kehilangan kepercayaan kepada  Pemerintah Indonesia.

Lihat saja Indonesia kembali memperlihatkan tertutupnya Demokrasi di Papua.  Seninl 23 Juli 2012,  di Abepura, Jayapura, Polda Papua melakukan penagkapan terhadap Yusak Pakage,seorang mantan Narapidana Politik yang menghadiri siding Bucktar Tabuni . Ia ditangkap hanya karena menendang tong sampah. Ia kesal karena waktu untuk Sidang Bucktar Tabuni molor hingga tiga jam lamanya. Yusak di bawah ke Polsek Abepura oleh sekitar 20 orang polisi dengan  mobil avansa.

Keluarga yang hendak menjenguknya pun dilarang aparat kepolisian. Saul Bomay dari Forum TAPOL/NAPOL mengatakan,Ia telah berupaya untuk pergi melihat Yusak Pakage di Tahanan Polda Papua,namun tidak di Ijinkan oleh Pihak Kepolisian.

Sumber: Pesan Obrolan FB, John Pakage

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here