Viktor F Yeimo |
Oleh : Victor F Yeimo*
Hugo Chaves, Pemimpin kharismatik yang
penuh kontroversial itu telah tiada sejak 5 Maret 2013 lalu. Rintihan
pilu masih terdengar, bukan saja rakyat Venezuela, Amerika Latin dan Timur
Tengah, namun juga di berbagai belahan dunia, terutama rakyat tertindas di
dunia yang terinsipirasi dari sosok Chaves yang berani melakukan perubahan yang
revolusioner di Venezuela dan merubah wajah kapitalisme global di Timur Tengah
dan Amerika Latin.
Di West Papua, wilayah yang selama hampir
setengah abad masih digerogoti gurita imperialisme Amerika Serikat (AS), sosok
Hugo Chaves dan kiprahnya tidak begitu ramai untuk menjadi perhatian, terutama
dalam perspektif perjuangan pembebasan nasional West Papua.
Bukan karena tidak penting, namun pemahaman akan
pergulatan kepentingan ekonomi politik global masih ditutupi oleh kabut tebal
yang bernama neokolonialisme Indonesia. Asia Pasifik, terutama Indonesia dan West Papua
dalam sejarahnya pernah menjadi wilayah yang diperebutkan oleh kekuatan Blok
Barat dan Timur.
Kini, watak ‘lonte’ yang diterapkan Indonesia dalam politik
luar negeri, serta militer Indonesia yang menjadi germo bagi ‘perempuan jalang’
yang bernama pemerintah Indonesia dan kebijakannya dalam kanca luar negeri,
seakan-akan membuat ‘anak haram’ yang bernama Pemerintah Provinsi dan Kabuputen
di wilayah West Papua kehilangan identitas, harga diri, apalagi untuk berpikir
dan memaknai gebrakan Hugo Chaves dalam melakukan perubahan yang nyata diatas
tanah West Papua.
Semua orang yang menginginkan perubahan diatas
tanah West Papua harus sepakat bahwa Negara Republik Indonesia di West Papua
adalah neokolonialisme. Perusahaan Multinasional, mulai dari PT. Freeport
Indonesia dan perusahaan asing lainnya diatas tanah Papua adalah kapitalisme
global. Bahwa dua kekuatan itu sedang menjadi akar penindasan dan eksploitasi
diatas tanah West Papua.
Hanya dengan pemahaman itu, kita akan mampu
memahami esensi Hugo Chaves dan sosialisme abad 21 di Venezuela. Pemahaman
mengenai faktor Hugo Chaves dan tindakan revolusionernya bagi rakyat Venezuela
dapat memberi makna bahwa perjuangan rakyat tertindas harus memiliki format dan
arah tentang apa yang diperjuangkan. Dan bukan dalam NKRI.
Bagi saya, Indonesia telah menjadi negara tanpa
makna alias negara tak bermakna atau tak berguna. NKRI telah gagal dan
digagalkan ulah bangunan nation state yang tak memiliki kuat ideologi (kabur),
apalagi pemimpinnya yang tidak bisa seperti Soekarno. Oleh karena itu, tidak
ada gunanya membahas perubahan dalam bangunan NKRI.
Bahwa rakyat tertindas di Indonesia, dan lebih
khusus untuk rakyat West Papua, Sosialisme Demokratik dalam praktek perubahan
di Venezuela dibawah komando comandante, Hugo Chaves, sang anti American
Fighter itu meyakinkan kita bahwa paham itu tidak sekedar “sampah’ abad
19, yang hanya ilmiah dari seorang Karl Marx dan Friedrich Engels.
Infiltrasi AS dalam misi ekonomi politik AS dan
sekutunya yang begitu kuat di Indonesia hingga ke West Papua, menjadi
peringatan bahwa ketegasan perlawanan harus diarahkan secara sadar dalam
praktek sosialisme demokratik.
Bagi saya, semangat Papua Merdeka harus memiliki
makna pembebasan yang jelas menuju sosialisme demokratik, sebuah ide yang tidak
sekedar paham filosofi luar, tetapi secara nyata dapat diartikulasikan diatas
tanah West Papua.
Perjuangan bangsa Papua untuk merdeka bukan hanya
sebuah keinginan kosong, tetapi merupakan kebutuhan dalam rangka membebaskan
bangsa Papua dari kekuatan global yang menindas dan mengeksploitasi West Papua.
Karena itu, manuver dari gerakan-gerakan
perjuangan yang tidak memiliki persepektif pembebasan hendaknya ditinggalkan,
karena tidak melambangkan watak pembebasan nasional. Justru, kondisi ambur adul
dalam perjuangan akan menyuburkan watak kapitalisme yang sudah berakar dalam masa
kolonoliasme Indonesia.
Hugo Chaves mempertahankan kedaulatan negara
Venezuela dan mampu mempengaruhi negara-negara Amerika Latin dan Timur Tengah
bukan semata-mata karena kekuatan militer, namun karena sikap
revolusionernya dalam mengubah wajah kapitalisme di Venezuela yang kaya akan
minyak itu menjadi sosialisme yang berhasil.
Papua Merdeka, secara politik diperjuangkan oleh
rakyat West Papua, tetapi lebih penting dari itu rakyat Papua Barat harus terus
berjuang bagi kedaulatan bangsa Papua, sebuah kedaulatan tanpa kolonialisme
Indonesia, tanpa kapitalisme global, dengan membentuk pemeritahan Sosialisme
demokratik sebagai senjata perlawanan merebut pembebasan nasional.
By. Fb. com.
*Penulis adalah Ketua
Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar