Tipu Daya Indonesia Atas
HAM di Papua
Nabire
Tanpa Alas Kaki, Di gedung Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, sudah lama dunia
terkesima pada tipu daya Indonesia dengan promosi "ham dan
demokrasi". Di sesi 32 Debat Umum sidang HAM PBB, Indonesia masih saja
menunjukan gelagat kemunafikannya atas semua data-data kejahatan kolonial Indonesia
yang sudah tersaji di meja negara-negara Pasifik, Uni Eropa, dan berbagai
pelapor khusus PBB.
Gedung Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. |
Sungguh ironis memang, bahkan
memukul kembali wajah Indonesia ketika Dubes RI untuk PBB, Triyono Wibowo
membantah sambil "menyerang" semua laporan dan desakan Solomon
Islands, Vanuatu dan 21 Non-Goverment Organizations/LSM yang tersaji di sidang
HAM PBB, kemarin, (22/06/2016).
Barangkali Indonesia masih
berkutat pada cara lama menyembunyikan fakta sambil berseliweran di hadapan
peserta sidang, di zaman "klik" dimana saat bersamaan semua potret
pelanggaram HAM West Papua dapat langsung diakses di internet.
Bisakah Indonesia menghentikan
kredibilitas data 21 NGO yang telah tersalur melalui NGO yang telah
terakreditasi dibawah Dewan HAM PBB? Atau haruskah RI membalas tekanan Vanuatu
dan Solomon Islands yang berbicara membela West Papua yang adalah observer di
organisasi sub-regional PBB, yakni MSG?
Dewan HAM PBB adalah satu
bagian dari PBB yang dibentuk atas kehendak politik negara-negara di dunia,
sehingga sangat salah bila konflik politik West Papua versus Indonesia yang
menyebabkan pelanggaram HAM di pisahkan. Ketika South Sudan bicara referendum,
pelanggaran HAM hingga kini terus dipersoalkan, karena memang pelanggaran ham
negara adalah anak kandung dari politik. Itulah West Papua, itulah Timor Leste,
atau Palestina.
Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo
menghadiri Sidang HAM PBB
|
Saat saya hendak masuk Sidang
HAM PBB, salah satu diplomat Indonesia cegat dan tanya:
"Disini bukan politik dan
tidak ada pelanggaran HAM Papua, dan kami akan menaggapi". Sontak, saya
bilang: "Tidak mungkin pejuang politik hadir disini, kalau tidak ada
politik kolonialisme Indonesia yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan di
West Papua".
"Kami bukan penjajah, dan
negara bertaggung pada HAM Papua" tanggap si diplomat ini. Saya katakan,
"Justru anda Indonesia yang telah dan sedang menunjukan diri penjajah
melalui praktek penjajahan. 30an lebih anggota saya kau bunuh, ribuan terus
ditangkap, lain dipenjara, inikah bentuk perlindungan HAM Papua?"
"Lagi, saya kesini karena
tidak ada jaminan HAM bagi rakyat West Papua dalam kolonial Indonesia. Karena
itu anda sebagai anggota PBB harus ditegur dan memastikan para pelapor dan
utusan HAM PBB ke West Papua agar memantau hak sipil politik bangsa Papua yang
sedang berjuang menuntut penetuan nasib sendiri secara damai, " saya
jelaskan.
Oh tidak, dia lanjut menggapi,
kalau pemerintahnya sedang menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM Papua. Saya
jawab: "maaf, itu sudah masuk ranah politik pencitraan kolonial. Di gedung
ini kita bicara data dan fakta kejahatan negara. Karena itu kita butuh pemantau
Internasional, karena Indonesia sudah gagal menjamin hak orang Papua untuk
berkumpul, berekspresi, apalagi beribadah".
Indonesia dan PBB harus
menjamin orang Papua untuk berbicara tentang sejarah pelanggaran dan manipulasi
pepera 1969, dan mendampingi orang Papua menuntut penentuan nasib sendiri
melalui referendum yang damai, demokratis dan final.
Geneva, 23 Juni 2016
Victor Yeimo
Ketua Umum Komite Nasional
Papua Barat [KNPB]
sumber:http://www.wene-papua.com/2016/06/victor-yeimo-sudah-lama-dunia-terkesima.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar