Oleh: Yerino Germanus
Madai
Dibawah inilah menjadi masalah besar
bagi orang Papua saat ini adalah tindakan dan kebijakan pemerintah pusat
terhadap Papua yang dirasa sangat tidak-adil, bersifat menindas, disiksa sampai
dibunuh, kebijakan sewenang-wenang dan tak mau mengerti dan menghargai
etnisitas dan identitas harga diri orang Papua sebagai Bangsa Papua Barat.
Ancaman disintegrasi
dalam berbagai pergolakan politik dan pemberontakan fisik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang pernah berlangsung secara manifest terutama
di Papua, maupun yang bersifat laten yang tentu banyak juga terjadi di
berbagai provinsi lain, adalah wujud persoalan yang lahir akibat konsep sejarah
kehutuhan yang telah ada di masing-masing daerah terutama Papua. Melihat dengan
ini pembangunan nasionalisme yang Indonesia tidak mungkin akan merata sesuai
dengan tujuannya.
Suasana mutakhir yang bersifat
disintegratif ini, dan bukan sekedar dalam konteks separatisme dalam artian
sempit, semestinya harus menjadi faktor yang semakin menyadarkan para pemimpin
pembuat keputusan dan kebijakan Negara, bahwa masih banyak hal yang luput dari
perhatian dan pertimbangan membangun creed of nationalism, yang
sungguh-sungguh mengakomodasi pluralitas dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara tetapi disini bukan butuh pembangunan tetapi disini butuh merenung
dan melihat kembali dalam perjuangan di Papua Barat itu sendiri. Jika tidak
melihat dengan baiki, maka Negara indonesi bubar dan Negara ini dalam keadaan
patologi selamanya.
Khusus untuk konflik Papua yang telah
sempat berlarut-larut selama lebih dari Ratusan dekade, seharusnya telah mampu
menyadarkan pemerintah pusat untuk berkenan banyak belajar tentang
prinsip-prinsip dan nilai-nilai Budaya yang dipegang teguh oleh rakyat Papua
Barat dalam berbagai bidang kehidupan dan dalam hubungannya dengan kandungan
kebijakan dan prilaku politik pemerintah Papua itu.
Bahwa rakyat Papua belum pernah menjadi
bidan bagi kelahiran dan penjaga bagi eksistensi Negara Indonesia. dalam hal ini harus Negara Indonesia dilihat, dipahami,
dan diakui sebagai fakta sejarah, agar tidak mudah terjadi Operasi-operasi di
Papua. Jika Negara ini dipahami baik mengenai sejarah yang sebenarnya musti
Negara ini dalam kejujuran akan mencapai cita-cita sebagai Negara berdaulat.
Semestinya menumbuhkan empati Nasional terhadap
nasib rakyat Papua yang sekian lama telah terbantai dan terhinakan. Sebagi
rakyat Papua punya keinginan untuk
memisahkan diri dari NKRI karena Bangsa Papua Barat tahu bahwa dihina, disiksa sampai dibunuh
oleh Negara Patologi Indonesia.
Dengan melihatnya keadaan seperti ini
maka Negara ini harus pula dipelajari dan dipahami secara jujur, arif dan
adil tentang alasan-alasan yang mendasarinya. Agar dalam tahap-tahap
pengisian damai yang kini telah diraih sejak 50-an tahun lalu, dapat lebih
aspiratif dan akomodatif, sesuai dengan karakter dan jiwa kemandirian Papua
yang pernah digagas dalam bentuk KPR ke-Pertama 2008 Samapi KPR ke-Tiga 2011.
Sementara penerapan strategi dan pendekatan
militer untuk menjinakkan warga bangsa Indonesia ini, kiranya perlu dipandang
wajar, dan pengalaman memberi bukti bahwa penggunaan kekerasa militer di Negeri
ini hanya membawa bangsa ini menjadi Miskin, Bodoh, tidak Kreatif, dan Terhina
di mata Dunia.
Kiranya kita semua boleh yakin, bahwa
persoalan konflik Papua yang Selalua ada dan akan ada ini boleh melahirkan
perdamaian. Namun masih banyak substansi yang perlu diwujudkan untuk membangun
perdamaian yang posiitif.
Ini menyangkut
pertimbangan-pertimbangan esensial-substansial dan metodologis dari ethnisitas
keacehan, agar dapat dimengerti, dihargai, diakomodasi dan dipuaskan sedemikian
rupa oleh Pemerintah Daerah. Disini pemerintah daerah yang dimaksud adalah
mulai dari Gubernur Papua, MRP,DPR RI, DPRD, DPRP, DPD, Bupati sampai Kepala
distrik dan Desa.
Tanah Papua saat ini kesakitan dan
siapa yang mengobatinya? kata Anak SD dan jawabnya “
yang mengobatinya adalah mereka diatas ini yang mengobatinya. Dengan metodologi
dan prosesi semacam ini, maka nasionalisme rakyat Papua akan tumbuh dan
berproses secara sehat, rela, siap berkorban dan keinginan emosional untuk
kembali menuntut pemisahan diri dapat benar-benar terwujut dan Luka Lubuk hati
kerinduan bangsa papua barat itu terobati.
Ditulis
oleh Mahasiswa Papua yang Kuliah di Kota Gudeng Jogya, Katanya, Jika Tidak Ada
Kritikan Tidak Ada Pula Perubahan di Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar