KEBIJAKAN-KU MELUMPUHKAN-KU - Langkah-Ku Tanpa Alas Kaki

Langkah-Ku Tanpa  Alas Kaki

Langkah-Ku Tanpa Alas Kaki

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Rabu, 18 April 2012

KEBIJAKAN-KU MELUMPUHKAN-KU

Oleh: Yerino Germanus Madai
       
         Dengan kondisi saya seperti ini justru saya bisa menemukan jati diri yang sesungguhnya. Saya merasa hiduk-ku lebih berarti dan ingin mendedikasikan hidup kepada rekan-rekan dan keluarga sesama disana, sementara aturan-aturan yang kondisi-ku melumpuhkan-ku. Kalimat yang sungguh bijaksana dan mampu membangkitkan semangat pantang menyarah walaupun ratusan kebijakan yang mengikat kaki-ku ini.

         Keceriaan saya sejak kecil ingin menjadi seorang pemain yang lunak diantara penjuru bangsa tetapi ketika adanya ada perubahan yang mendasari di benak hati hingga tidak mencapai kecintaan cita-cita menjadi pemanin yang lunak itu.

       Pada saat saya ceritakan mengenai ingin jadi seorang yang pemain  luanak itu pula di antara teman-teman saya mereka, dan mereka  angapan tampak semangat dan optimisme di wajah sangat meyakinkan bagi mereka. Pada hal kondisinya sedang dalam melumpuhkan oleh kebijakan-kebijakan palsu.
       Namun, ketika  disinggung  penyebab kecacatannya, itu adalah setelah adanya kebijakan-kebijakan yang membuat saya sehingga saya jadi akhirnya sebegitu tidak berdaya bergerak, berbuat bahkan tidak lamar-lamar sesuatu. Tetapi benak hatiku berkata biar pun ratusan kejahatan kebijakan bergilir untuk melumpukan di isi tepi  itu merupakan suatu program dari pemerintah menakuti masyarakat setempat dan di daerah pelosok-pelosok di Indonesia terutama peosok papua.

       Tidak mundur dari kejahatan itu pula. Ketika saya kemudian bercerita tentang kebijakan. rupanya saya adalah saksi hidup betapa manusia tidak berdaya terhadap kebijakan yang merampas Tanah-ku bawah kemana-mana, sementara tanah merupakan milik tanah adat yang mengikat dan mengiasi dengan teradisi-teradisinya yang kuat dan kental.

         Kebijakan yang membuat tidak berdaya tanah ini, sampai hidup ini dalam suasana yang tidak menjamin dan tidak sesuai dengan apa yang ku ingini. Akhirnya saya tertimpa dengan kebijakan kepalsuan-ku.
          Kebijakan kepalsuan yang membuat-ku daerah-ku hancur total, kampung-ku perhitungan belaka, tidak terhitung dengan kebijakan yang memarginalkan makanan khas. Menambah dengan Otonomi yang palsu itu pula. Dan sekarang Otonomi hanyalah perhitungan belaka. Dengan melihatnya perjalanan otonomi akhir-akhirnya, “harga nyawa”.

      Reruntuhan Otonomi disertai dengan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) dan pula menyusul dengan  militerisasi yang membuat ratusan orang tertimpa dengan peluru senapan tak terhitung nyawa.

        Seketika badan saya tidak bisa digerakkan dan deraan rasa sakit tak henti-hentinya menerpa. ternyata Aku lumpuh bagian pinggang sampai kedua kaki membuat Aku tidak bergerak dan berbuat apa-apa.
          Melihat kedalamannya kebijakan-kebijakan membuat tak hanya lumpuh, Tetapi saya juga kehilangan tumpuan kaki-ku kaya raya alam-ku Negeri ini. Ingatan tentang tanah yang kaya-raya jinak ini, Membuat-ku kedalam kenangan menyedihkan. Tetapi, aku tetap saja tegar dan seolah tak terpengaruh fakta pilu yang mewarnai hidup-ku ini.

        Saya di ketahui di sela-sela ratusan aktivitas di daerah Gunung-gunung, Goa-goa, Lembah-lembah, dan Pesisir Papua yang kehilangan nyawa tak di bayangi lagi, dan disamping itu juga alam raya mengalami meluluh rumah-rumah dan menewaskan ratusan orang tertimpa hanya karena kebijakan palsu yang beredar dimasyarakat.

        Masyarakat Papua secara umum tahu dan mengatakan bahwa kebijakan  dari pemerintah apa saja, itu merupakan perhitungan belaka. Kondisi buruk yang mengawatirkan tak terjadi berbeda dari hari-hari sebelumnya di zaman sebelum masuk penjajahan perampasan. Aku ingin sendirian tanpa ribuan kebijakan dan militerisasi di berbagai pelosok yang menimpa di bumi ini.

              Ketika saya berada di jurang saat itu pula, aku tertipu, tanpa penyebab yang jelas tiba tiba saja hati saya tak tenang dan rasanya sangat ingin tidur bersama mendasari mengalaskan duka-duka luka yang tadi kudengar cerita diatas ini.

         Kebijakan yang mengatakan disana ada tertulis, Siswa adalah Penerus Bangsa dan Negara, maka dijaga dan dipiara dengan baik oleh Negara,  tetapi ternyata, Negara dimakan Siswa/ Negara Memakan Negara.

         Demikian pula Dimana kebijakan disaana ditulis “Yatim Piatu dan Anak-anak Terlantar ini dilindungi dan dipelihara oleh Negara tetapi ternyata Negara berdasarkan kebijana memakan mereka, bahkan kebijakan semacam ini yang membuat melumpuhkan manusia. Sungguh aneh Negara Patologi Indonesia”. Jika saya bicara mengenai ini lebih jauh menyidihkan maka kalimat-ku memusutkann-ku. Dan kalimat-Ku Melumpukan-ku Oleh Negara dari Negara dan Ini untuk Negara Patologi Indonesia.

Ditulis oleh Mahasiswa Papua yang Kuliah di Kota Gudeng Jogyakarta. Katanya Kini Satnya Negara Makan Siswa dan Negara Makan Negaranya Sendiri. Sama Saja Kita Bisa Dikatakan Pagar Makan Tanaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here