Jum'at, 23 Oktober 2015 | 07:41 WIB
Dewie Yasin Limpo. TEMPO/Fahmi Ali
TEMPO.CO, Jakarta -Sekretaris Fraksi Hanura Dadang
Rusdiana mengatakan partainya akan melakukan pergantian antarwaktu terhadap
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VII, Dewie Yasin Limpo. Pergantian itu, ucap dia,
karena Dewie ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus
dugaan penerimaan suap proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro
hidro di Kabupaten Deiyai, Papua.
Menurut Dadang, Dewie akan digantikan oleh Mukhtar Tompo. "Mukhtar memiliki suara kedua terbanyak dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan-I," kata dia, Kamis, 22 Oktober 2015.
Dadang berujar, dalam pemilihan 2014 lalu, Dewie mendapat 39.514 suara. Sedangkan, Mukhtar mendapat 18.621 suara.
Selain dipecat sebagai anggota DPR, ucap dia, Dewie juga dikeluarkan dari partai. "Kami sedang meminta surat penetapan tersangka Dewie ke KPK," kata dia. "Setelah itu, akan diurus proses administratif pemecatannya."
Sebelumnya, KPK mencokok Dewie di Bandara Soekarno Hatta. Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi, mengatakan Dewie menerima besel Sin$ 177.700 atau Rp 1,7 miliar, pemberian pertama suap tersebut.
Dari info awal, pemberian ini yang pertama. Rencananya, akan ada pemberian lain," kata Johan di kantornya, Rabu, 21 Oktober 2015. Menurut dia, pemberian pertama tersebut sebesar 50 persen dari nilai komitmen. "Mau dibayar selanjutnya."
Johan mengatakan proyek ini ada di pos anggaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang bermitra dengan Dewie di Komisi VII, yang membidangi energi. Menurut Johan, untuk mendapatkan alokasi anggaran proyek tahun 2016 itu, seorang pengusaha, yakni Septiadi bersama Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Deiyai Irenius Adii menyuap politikus Hanura tersebut. Johan mengatakan nilai proyek ini miliaran rupiah.
Selain Dewie, KPK menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah sekretaris pribadi Dewie, yakni Rinelda Bandaso dan staf ahli Dewie bernama Bambang Wahyu Hadi. Dewie beserta anak buahnya dijerat sebagai penerima sehingga dianggap melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dua tersangka lain ialah Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Iranius dan seorang pengusaha Septiadi. Keduanya merupakan pemberi suap sehingga dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Menurut Dadang, Dewie akan digantikan oleh Mukhtar Tompo. "Mukhtar memiliki suara kedua terbanyak dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan-I," kata dia, Kamis, 22 Oktober 2015.
Dadang berujar, dalam pemilihan 2014 lalu, Dewie mendapat 39.514 suara. Sedangkan, Mukhtar mendapat 18.621 suara.
Selain dipecat sebagai anggota DPR, ucap dia, Dewie juga dikeluarkan dari partai. "Kami sedang meminta surat penetapan tersangka Dewie ke KPK," kata dia. "Setelah itu, akan diurus proses administratif pemecatannya."
Sebelumnya, KPK mencokok Dewie di Bandara Soekarno Hatta. Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi, mengatakan Dewie menerima besel Sin$ 177.700 atau Rp 1,7 miliar, pemberian pertama suap tersebut.
Dari info awal, pemberian ini yang pertama. Rencananya, akan ada pemberian lain," kata Johan di kantornya, Rabu, 21 Oktober 2015. Menurut dia, pemberian pertama tersebut sebesar 50 persen dari nilai komitmen. "Mau dibayar selanjutnya."
Johan mengatakan proyek ini ada di pos anggaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang bermitra dengan Dewie di Komisi VII, yang membidangi energi. Menurut Johan, untuk mendapatkan alokasi anggaran proyek tahun 2016 itu, seorang pengusaha, yakni Septiadi bersama Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Deiyai Irenius Adii menyuap politikus Hanura tersebut. Johan mengatakan nilai proyek ini miliaran rupiah.
Selain Dewie, KPK menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah sekretaris pribadi Dewie, yakni Rinelda Bandaso dan staf ahli Dewie bernama Bambang Wahyu Hadi. Dewie beserta anak buahnya dijerat sebagai penerima sehingga dianggap melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dua tersangka lain ialah Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Iranius dan seorang pengusaha Septiadi. Keduanya merupakan pemberi suap sehingga dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar